Internet dan Pembelajaran (Bagian 2)
Oleh Khairil Azhar
Internet dan Digital Learners
Terkait
dengan pemanfaatan internet untuk pembelajaran, kita menggunakan istilah digital
learners untuk mengacu pada tipe ideal siswa yang betul-betul memanfaatkan
internet untuk belajar.
J.S. Brown (2009) seperti pada skema
di atas pertama-tama menyatakan bahwa telah terjadi pergeseran dari konsep
pembelajaran yang semata-mata demi kemampuan untuk memahami teks (text-literacy)
menjadi pembelajaran untuk memahami teks beserta image dalam bentuk screen
language (tampilan-tampilan yang muncul di layar komputer) dan pada
akhirnya melakukan navigasi informasi. Pada gilirannya, digital learners
juga tidak hanya harus mampu memahami secara pasif tetapi juga mesti memiliki
kemampuan untuk berkomunikasi dan mengekspresikan diri dalam images
(baik yang diam maupun yang bergerak), suara, dan media lainnya.
Dimensi
kedua yang mesti disikapi adalah pergeseran pembelajaran berbasis
otoritas menjadi pembelajaran yang berbasis penemuan (discovery) dan
pengalaman (experiential). Para siswa yang masuk dalam kategori digital
learners sudah terbiasa dengan penemuan hal-hal baru ketika mereka
melakukan browsing di situs-situs internet. Dalam pada itu, kegiatan
ber-internet mereka, selain sebagai proses belajar hal-hal baru, juga sekaligus
memiliki hiburan (entertainment) yang menyenangkan dan menantang.
Bandingkan lagi umpamanya dengan proses belajar teacher-centered di
dalam kelas yang pasif dan “bikin” ngantuk.
Dimensi
ketiga terkait dengan penalaran (reasoning) yang dalam
pembelajaran konvensional cenderung bersifat deduktif atau linear (satu arah)
yang bergeser ke arah apa yang disebut sebagai penalaran yang lateral
(bercabang) dan bricolege, berbagai kemampuan yang dimiliki seseorang
untuk menemukan sesuatu (seperti tool, kode open source, gambar,
music, atau teks) yang bisa digunakan untuk membuat sesuatu yang baru. Dengan
sendirinya, digital learners terbiasa untuk kreatif dan tidak percaya
begitu saja dengan ide tertentu yang dikemukakan guru. Mereka cenderung atau
malah terbiasa untuk mencari alternatif.
Dimensi
keempat, kata Brown, jika sebelumnya dalam sistem konvensional siswa-tidak-
tahu cenderung takut untuk mencoba, digital learners sebaliknya berani
mencoba sesuatu tanpa membaca manual atau mengikuti kursus tertentu. Belajar
bagi mereka langsung dengan adanya tindakan yang juga langsung di tempat yang
sama (in situ), yakni di internet. Belajar itu berupa tindakan kongkrit
dan tidak abstrak dalam bentuk penilaian dan eksplorasi.
Sedangkan
perbandingan antara gaya belajar digital learners dengan para guru
konvensional secara lebih detil dapat dilihat sebagai berikut:
Gambar 5: Perbandingan Gaya Belajar
dengan Gaya Mengajar Guru Konvensional
(Sumber: www.21stcenturyfluency.com)
Terkait dengan
penyesuaian strategi mengajar guru dengan gaya belajar siswa, penggunaan media
internet, yang termasuk dalam electronic media, dapat dilihat dalam
table berikutnya. Dalam table ini secara rinci dibuat perbandingan antara gaya
belajar yang paling umum dikenal dalam dunia pendidikan dengan berbagai jenis
media pembelajaran elektronik yang juga sudah biasa digunakan bahkan di
kelas-kelas di Indonesia.
Gambar 6: Gaya Mengajar dan Gaya Belajar
Terkait Media Elektronik
(Sumber: A.L. Franzoni & Said
Assar, 2009)
Internet dan E-Learning
Berdasarkan
berbagai definisi tentang e-learning, secara sederhana e-learning
bisa diartikan sebagai: (1) pembelajaran dengan menggunakan internet sebagai
media untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi atau bimbingan: (2)
pendidikan jarak jauh yang dilakukan melalui internet; (3) menggunakan internet
sebagai sumber data dan informasi dalam pembelajaran; dan (4) internet sebagai
media pembelajaran dan untuk belajar.
Terkait dengan poin pertama dan kedua, peran
internet lebih sebagai media yang pasif, semata-mata alat yang menghubungkan
seorang pengajar dengan muridnya untuk mengajar dan belajar. Dengan kata lain,
seorang guru mengajar seperti halnya dia mengajar di kelas konvensional, dengan
pola linear teacher-student ditambah dengan modul atau buku yang sudah
disiapkan sebelumnya. Dalam hal ini, unsur inovasi hanya terkait dengan
dimungkinkannya belajar meskipun adanya jarak yang jauh.
Poin
ketiga pada dasarnya lebih kreatif. Internet dengan situs-situsnya yang sangat
beragam dan kaya data informasi digunakan sebagai sumber untuk pembelajaran.
Guru dan siswa secara langsung menggunakan internet untuk mencari data dan
informasi yang dibutuhkan untuk membangun pengetahuan sesuai dengan subyek yang
tengah dipelajari.
Gambar 7: Pembelajaran Satu Arah Dengan
Internet
Sedangkan
poin keempat merupakan pemanfaatan internet sebagai media pembelajaran pada
tingkat yang paling aktif. Dalam konsep yang paling terkini, hal ini disebut
sebagai participatory learning yang diartikan sebagai model pembelajaran yang
mencakup berbagai cara yang digunakan para siswa dengan adanya teknologi baru
untuk berpartisipasi dalam berbagai komunitas virtual di mana mereka berbagi
gagasan, berkomentar tentang proyek mereka satu sama lain, merencanakan,
mendesain, mengimplementasikan, mengembangkan atau sekadar mendiskusikan
latihan, tujuan dan gagasan mereka secara bersama-sama (C.N. Davidson &
David Theo Goldberg, 2009).
Dalam bahasa yang lebih umum, pembelajaran ini
disebut juga sebagai online learning, yakni dengan memanfaatkan
teknologi internet untuk bekerjasama (cooperation), bekerja bersama-sama
seperti dengan membuat proyek (collaboration), dan berkomunikasi (Patrick J.
Fahy, 2008).
Kerjasama, kolaborasi
dan komunikasi antar siswa ini juga tidak hanya antara siswa dalam satu sekolah
tetapi juga kolaborasi antara siswa dari berbagai belahan dunia yang boleh jadi
tidak saling kenal secara langsung. Mereka dipertemukan oleh
persamaan-persamaan sehingga kolaborasi dalam satu proyek, misalnya, bisa
dilakukan. Hal ini sama mudahnya dipahami seperti kita chatting dengan
orang yang tidak pernah kita kenal tetapi berkomunikasi via email, Facebook
atau media lainnya.
Gambar 8: Pembelajaran Internet untuk
Pembelajaran Kolaboratif
Bagi guru, tentu
saja, participatory learning juga berarti kesempatan untuk memanfaatkan
internet sebagai media untuk aktualisasi dan pengembangan diri, tidak hanya
dalam rangka memudahkan pekerjaan semata.
Dalam konsep terbaru yang dikembangkan
Dekominfo, konsep semacam participatory learning ini dirancang tidak
hanya antar siswa tetapi juga dengan berbagai komunitas yang terkait dengan
kependidikan seperti terlihat dalam gambar berikut.
Gambar 9: Pembelajaran dengan
“Jaringan Pintar” Internet
Secara lebih detil, penggunaan internet
sebagai media pembelajaran meliputi kompetensi:
Jika kita mengakses situs yang memberikan fasilitas
e-learning terdapat beberapa fitur yang langsung bisa digunakan:
1.
Informasi tentang unit-unit terkait dalam proses belajar mengajar, seperti tujuan dan sasaran pembelajaran, silabus, metode pengajaran, jadwal, tugas, jadwal ujian, daftar referensi atau
bahan bacaan, serta profil dan kontak
pengajar.
2.
Akses ke sumber referensi seperti modul,
catatan, bahan presentasi, contoh ujian, FAQ, sumber referensi, situs terkait,
atau artikel online.
3.
Komunikasi kelas seperti forum diskusi online, mailing-list peserta diskusi, informasi perubahan jadwal,
tugas dan sebagainya.
4.
Sarana untuk kerja kelompok seperti sharing
file dan direktori serta sarana untuk diskusi dalam mengerjakan tugas kelompok.
5.
Sistem ujian online dan pengumpulan feedback.
Kesimpulan: Kelebihan dan Kekurangan Internet dalam E-learning
Secara
umum, manfaat atau keunggulan internet dalam e-learning dalam konteks Indonesia
(karena perkembangan penggunaan media internet untuk pembelajaran tidak
se-massif seperti yang dilakukan di Negara-negara maju) adalah:
1.
Dengan
dimungkinkannya e-moderating, seperti dalam distance learning, guru
dan siswa dapat berkomunikasi secara langsung meski dibatasi jarak.
2.
Penjadwalan,
strukturisasi pembelajaran, bahan ajar dan sebagainya lebih mudah dilakukan
karena fungsi multimedia dari internet.
3.
Komputer
memudahkan penyimpanan materi pembelajaran dan lainnya serta computer yang handy
seperti laptop mudah dibawa.
4.
Akses
internet memudahkan guru dan siswa untuk pengayaan bahan pelajaran, menggali
informasi lebih dalam dan sebagainya.
5.
Sepetrti
distance learning, pembelajaran melalui internet dapat diikuti dengan
jumlah peserta yang banyak.
6.
Guru
atau siswa yang terlibat dalam pembelajaran menggunakan internet menjadi aktif,
terutama terkait dengan penggunaannya sebagai media komunikasi dan sumber
informasi.
7.
Internet
memungkinkan efisiensi, tidak saja terkait biaya tetapi juga waktu dan
tenaga.
8.
Terkait
dengan participatory learning, internet memungkinkan kolaborasi yang
relatif tidak terbatas dengan berbagai pihak yang berhubungan dengan
kependidikan.
Namun demikian,
pembelajaran menggunakan media internet seperti dalam e-learning memiliki
beberapa kelemahan:
1.
Jika
dibanding dengan pembelajaran konvensional, kedalaman dan intensitas interaksi
antara guru dan siswa atau antar siswa dalam e-learning lebih kurang.
2.
Intensitas
penggunaan internet memungkinkan adanya efek bagi siswa, umpamanya, untuk
mengabaikan nilai-nilai akademik atau sosial.
3.
Karena
sifat pembelajaran yang cenderung mekanis, proses pendidikan terkait dengan living
values atau karakter lebih mudah terabaikan.
4.
Guru-guru
dituntut untuk belajar tentang berbagai hal yang terkait dengan pembelajaran
berbasis ICT, di mana dalam banyak kesempatan ini tidak mudah.
5.
Siswa
dengan motivasi belajar yang rendah cenderung gagal.
6.
Dalam
konteks Indonesia, keterbatasan fasilitas internet dan sarana pendukungnya
masih menjadi kendala secara luas.
Referensi
Davidson, C.N. & D.T. Goldberg, The Future
of Learning Institutions in a Digital Age, Massachusetts: MIT, 2009
Fahy,
Patrick J., “Characteristics of Interactive Online Learning Media”,
dalam Theory and Practice of Online Learning, Edmonton (Canada):
AU Press, 2008
Franzoni,
A.L. & Assar, S., “Student Learning Style Adaptation Method based on
Teaching Strategies and Electronic Media”, dalam Educational
Technology & Society, 12 (4), p. 15-29
J.S. Brown, “Learning in the Digital Age”,
dalam The
Internet and the University, Forum for the Future of Higher Education
and EDUCAUSE, 2002
Shah, Nishant &Fieke Jansen, Digital Alter-Natives, The Hague: Hivos, 2011
Internet
ardyprasetyo.wordpress.com
images.arrohwany.multiply.multiplycontent.com
No comments:
Post a Comment